Super Kawaii Cute Cat Kaoani

Senin, 15 Juli 2019

Badan Arbitrase Nasional Indonesia ( BANI )

Pengertian
Badan Arbitrase Nasional Indonesia atau BANI adalah suatu badan yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia guna penegakan hukum di Indonesia dalam penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang terjadi diberbagai sektor perdagangan, industri dan keuangan, melalui arbitrase dan bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa lainnya antara lain di bidang-bidang korporasi, asuransi, lembaga keuangan, pabrikasi, hak kekayaan intelektual, lisensi, waralaba, konstruksi, pelayaran / maritim, lingkungan hidup, penginderaan jarak jauh, dan lain-lain dalam lingkup peraturan perundang-undangan dan kebiasaan internasional. Badan ini bertindak secara otonom dan independen dalam penegakan hukum dan keadilan.


Latar Belakang
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) berdiri pada tanggal 3 Desember 1977 atas prakarsa Prof. R.Soebekti, S.H., Harjono Tjitrosoebono, S.H., dan Prof. Dr. Priyatna Abdurrasyid serta Marsekal (Purn.) Suwoto Sukendar, Julius Tahija dan J. Abubakar, S.H. dengan dukungan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN). Setelah bertahun-tahun kemudian, sejak tahun 2006 BANI diselenggarakan berdasarkan Statuta BANI tanggal 11 Oktober 2006.
Selanjutnya pada tahun 2016, BANI bertransformasi dari suatu bentuk yang belum berbadan hukum menjadi sebuah Perkumpulan Berbadan Hukum karena Statuta BANI dirasakan sudah tidak lagi sesuai dengan kebutuhan perkembangan BANI. Transformasi tersebut dilakukan oleh 5 (lima) orang Arbiter BANI yang mengambil inisiatif untuk melakukan pembaharuan BANI dengan akta No. 23 tanggal 14 Juni 2016 yang dibuat dihadapan Ny. Hj. Devi Kantini Rolaswati, S.H., M.Kn., Notaris di Jakarta, dan akta tersebut telah memperoleh persetujuan dari Menteri Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan surat keputusan No. AHU-0064837.AH.01.07.TAHUN 2016, tanggal 20 Juni 2016.
Melalui transformasi tersebut, BANI diharapkan dapat menjadi Lembaga Arbitrase yang menerapkan tata kelola yang baik dan dapat memberikan layanan penyelesaian sengketa yang lebih baik lagi kepada masyarakat.


Lingkup Layanan
BANI menyediakan layanan Alternatif Penyelesaian Sengketa di luar pengadilan yang terdiri dari Arbitrase, Mediasi, dan pemberian Pendapat Yang Mengikat di bidang perdagangan atau bisnis, baik sengketa antara:
a. Para Pihak sesama Warga Negara Indonesia/ badan hukum Indonesia; atau
b. Pihak Indonesia dengan Pihak asing; atau
c. Para Pihak sesama Warga Negara Asing/ badan hukum asing.
BANI hanya berwenang memeriksa dan memutus suatu perkara sepanjang di antara Para Pihak yang bersengketa telah memiliki kesepakatan/ perjanjian untuk menyelesaikan sengketa ke BANI.
Adapun lingkup sengketa perdagangan atau bisnis yang dapat diselesaikan di BANI adalah semua transaksi bisnis termasuk namun tidak terbatas pada bidang-bidang tersebut di bawah ini:
  1. perdagangan komoditi;
  2. perbankan;
  3. property & kawasan berikat;
  4. perasuransian;
  5. manufakturing;
  6. penelitian & pengembangan teknologi;
  7. pasar modal;
  8. Hak Kekayaan Intelektual & franchise;
  9. arsitektur & konstruksi;
  10. telekomunikasi, komunikasi & informatika;
  11. peternakan & perikanan;
  12. pemanfaatan ruang udara & angkasa;
  13. periklanan;
  14. hiburan;
  15. penyiaran;
  16. perfilman;
  17. perkebunan;
  18. restoran,catering, cafe & kulinari;
  19. pertambangan & energy;
  20. lingkungan hidup;
  21. pengiriman, pengangkutan & transportasi darat, laut & udara;
  22. elektronika, lisensi perangkat lunak, IT solution, e-commerce;
  23. pembiayaan, modal ventura, penjaminan, pergadaian & jasa keuangan non-bank lainnya.

Struktur Organisasi
Setelah BANI bertransformasi menjadi sebuah Perkumpulan Berbadan Hukum, BANI memiliki struktur organisasi yang lebih dapat menjamin tata kelola (governance) yang lebih baik karena:
a. dalam struktur organisasi BANI terdapat pembagian fungsi dan tugas yang jelas dan proporsional yang memungkinkan adanya kelancaran layanan dan kegiatan Sekretariat tanpa mengesampingkan pentingnya fungsi dan mekanisme pengawasan, pelaporan serta check and balance antara Dewan Pengurus, Dewan Pengawas dan Rapat Umum Anggota;
b. kemandirian dan imparsialitas para Arbiter/ Mediator dalam menangani perkara tetap terjaga - tidak seorangpun boleh ditunjuk sebagai Arbiter/ Mediator jika yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan kasus yang ditangani atau dengan salah satu pihak yang bersengketa/ kuasa hukumnya, atau pun menunjukkan sikap yang berpihak;
c. Dewan Pengurus tidak memiliki kepentingan yang bersifat ekonomis terhadap perkara yang diselesaikan di BANI karena seseorang tidak boleh ditunjuk sebagai Arbiter selama orang tersebut menjabat sebagai Dewan Pengurus - hal ini dimaksudkan agar Dewan Pengurus dapat lebih berfokus pada manajemen organisasi serta kegiatan sosialisasi dan edukasi.
Struktur Organisasi BANI terdiri dari:
1. Struktural:
a. Rapat Umum Anggota;
b. Dewan Pengawas;
c. Dewan Pengurus;
d. Sekretariat.

2. Non-struktural (fungsional):
a. Majelis Etik;
b. Komite-komite yang bersifat ad hoc lainnya yang dibentuk oleh Dewan Pengawas.


Rapat Umum Anggota
Para Anggota BANI adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam struktur organisasi BANI melalui forum Rapat Umum Anggota ("RUA"). Anggota BANI adalah orang-perseorangan Warga Negara Indonesia yang telah diangkat sebagai Arbiter BANI.
RUA BANI terdiri dari:
a. RUA Tahunan, diselenggarakan sekali dalam setahun paling lambat pada bulan Juni. Agenda utama dalam RUA Tahunan adalah penyampaian Laporan Tahunan beserta Laporan Audit Tahun Buku yang lalu, dan penunjukan Kantor Akuntan Publik yang akan memeriksa Laporan Keuangan untuk Tahun Buku yang berjalan. Dalam RUA Tahunan juga dapat dibicarakan pemilihan/ penggantian Dewan Pengawas dan laporan Dewan Pengawas mengenai pemilihan/ penggantian Dewan Pengurus yang dilakukannya.
b. RUA Luar Biasa, diselenggarakan untuk keperluan mengesahkan Rencana Kerja & Anggaran Tahunan, mengubah/ menambah/ mengganti Anggaran Dasar, memeriksa ditingkat akhir terhadap permohonan banding atas pemecatan Arbiter, dan hal-hal lain yang dianggap penting dan relevan dengan keberlangsungan BANI.


Dewan Pengawas
Dewan Pengawas adalah organ dalam struktur organisasi BANI yang menjalankan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Dewan Pengurus dan memberikan nasehat kepada Dewan Pengurus. Selain itu Dewan Pengawas memiliki tugas dan kewenangan sebagai berikut:
a. mengangkat dan memberhentikan anggota Dewan Pengurus;
b. mengangkat dan memberhentikan Arbiter/ Mediator BANI;
c. membentuk Majelis Etik;
d. membuat peraturan mengenai syarat-syarat menjadi Arbiter/ Mediator BANI;
e. membuat peraturan mengenai Kode Etik Arbiter/ Mediator BANI;
f. membuat peraturan mengenai biaya-biaya penyelesaian sengketa di BANI;
g. memberikan persetujuan/ penolakan terhadap Rencana Kerja & Anggaran Tahunan sebelum diajukan oleh Dewan Pengurus kepada RUA; dan
h. melakukan audit investigasi, berupa audit keuangan dan atau audit hukum, jika diduga ada misconduct/ mismanagement dalam pengelolaan BANI.
Keanggotaan Dewan Pengawas terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu anggota tetap yang berasal dari mereka yang menandatangani akta No. 23 tanggal 14 Juni 2016, dan anggota tidak tetap yang diangkat oleh RUA dari kalangan Arbiter BANI untuk periode 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali setelah lewat 1 (satu) periode.


Dewan Pengurus
Dewan Pengurus adalah organ dalam struktur organisasi BANI yang menjalankan fungsi pengelolaan/ manajemen BANI. Selain itu Dewan Pengurus memiliki tugas dan kewenangan sebagai berikut:
a. mewakili BANI di dalam mau pun di luar pengadilan;
b. membawahi Sekretariat BANI;
c. menetapkan Peraturan & Acara BANI selain berkenaan dengan biaya, pengangkatan Arbiter dan Kode Etik;
d. menetapkan peraturan kepegawaian dan prosedur keuangan;
e. mengangkat sekretaris sidang;
f. mengangkat dan memberhentikan pegawai BANI;
g. dalam melakukan tindakan tersebut di bawah ini harus mendapatkan persetujuan Dewan Pengawas, yaitu:
  1. membeli barang-barang tidak bergerak untuk menjadi milik BANI;
  2. menjual barang-barang tidak bergerak milik BANI;
  3. meminjam atau meminjamkan uang atas nama BANI;
  4. mempertanggungkan/ membebani kekayaan BANI sebagai jaminan utang BANI; dan
  5. mengikat BANI sebagai penjamin.
Keanggotaan Dewan Pengurus diangkat oleh Dewan Pengawas untuk periode 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali, maksimal 2 (dua) periode berturut-turut.


Pendanaan BANI
Pemasukan keuangan BANI berasal dari beberapa sumber, yaitu:
  1. modal awal dari Pendiri;
  2. Iuran Anggota;
  3. Biaya Arbitrase;
  4. sumbangan atau hibah pihak ketiga yang sah dan tidak mengikat yang diterima dari siapapun juga, baik dari sumber dalam negeri maupun luar negeri, baik dari Pemerintah maupun swasta;
  5. pinjaman yang diperoleh oleh BANI;
  6. pemasukan lain yang sah menurut hukum.
Setiap tanggal 31 Desember, buku-buku BANI akan ditutup, dan selambat-lambatnya pada tanggal 30 Maret tahun berikutnya, Dewan Pengurus akan membuat Laporan Keuangan BANI berupa Neraca dan Laporan Laba/ Rugi yang diaudit oleh Kantor Akuntan Publik.





REFERENSI

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA ( KPPU )

PENGERTIAN
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah lembaga independen yang memiliki tugas utama melakukan penegakan hukum persaingan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Dalam melaksanakan tugas tersebut, KPPU diberi wewenang untuk menyusun pedoman yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, sebagaimana tercantum dalam pasal 35 huruf f. Sebagai bagian dari pelaksanaan Pasal 35 huruf f tersebut, KPPU menyusun pedoman pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengenai definisi pasar bersangkutan. Pendefinisian pasar bersangkutan merupakan sebuah bagian yang sangat penting dalam proses pembuktian penegakan hukum persaingan, terutama menyangkut beberapa potensi penyalahgunaan penguasaan pasar oleh pelaku usaha tertentu. Upaya menguraikan pasar bersangkutan memiliki kompleksitas yang tersendiri, yang terkait dengan konsep dan metodologi ekonomi, sehingga untuk memahaminya diperlukan pedoman yang bisa menjelaskan bagaimana sebuah pasar bersangkutan ditetapkan dalam sebuah kasus persaingan. Dalam kaitan dengan itulah pedoman pasar bersangkutan ini disusun dan diharapkan dapat memberikan penjelasan kepada seluruh stakeholder hukum persaingan mengenai pendefinisian pasar bersangkutan serta metode pendekatan yang digunakan oleh KPPU melaksanakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat.

TUGAS DAN WEWENANG
Undang-undang No 5 Tahun 1999 menjelaskan bahwa tugas dan wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah sebagai berikut:
Tugas
  1. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;
  2. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;
  3. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28;
  4. mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36;
  5. memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
  6. menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-undang ini;
  7. memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Wewenang
  1. menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
  2. melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
  3. melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil penelitiannya;
  4. menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
  5. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;
  6. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahuipelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;
  7. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi;
  8. meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini;
  9. mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan;
  10. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat;
  11. memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
  12. menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.

SEJARAH KPPU
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut: 1. Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat. 2. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. 3. Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan. Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat: 1. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker 2. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan 3. Efisiensi alokasi sumber daya alam 4. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli 5. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya 6. Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi 7. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak 8. Menciptakan inovasi dalam perusahaan Anggota KPPU periode 2000-2005, 9 komisioner Anggota KPPU periode 2006-2012, 13 komisioner Anggota KPPU periode 2013-2017, 9 komisioner


KASUS-KASUS YANG DITANGANI KPPU
Berikut adalah beberapa hal yang telah dilakukan KPPU dalam beberapa waktu belakangan ini dalam rangka mengawasi dugaan praktik monopoli: 

1.      Le Minerale VS Aqua
PT Tirta Fresindo Jaya selaku produsen Le Minerale melaporkan PT Tirta Investama produsen Aqua serta distributornya PT Balina Agung Perkasa ke KPPU karena dugaan monopoli hingga level distributor. Terkait dengan laporan ini, KPPU menyatakan, Tirta Investama dan Balina terbukti melakukan persaingan usaha tidak sehat. KPPU menyatakan langkah Tirta Investama yang melarang Balina Agung tidak menjual produk minuman dalam kemasan (AMDK) lain selain Aqua menghalangi pelaku usaha lain di dunia usaha AMDK. Atas putusan KPPU tersebut, Tirta Investama mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.


2.      Monopoli Yamaha-Honda
Setahun lalu, yakni Februari 2017, KPPU menyatakan dua produsen sepeda motor asal Jepang, Yamaha dan Honda bersalah. Hal ini karena dua perusahaan tersebut bersekongkol dalam penetapan harga jual skuter matik 110 cc-125 cc. Menurut KPPU, sepeda motor skuter matik seharusnya dijual dengan harga Rp8,7 juta di pasaran Indonesia. Namun Yamaha dan Honda menjual dengan harga Rp14-18 juta. Hal itu dinilai sangat menguntungkan perusahaan. Terkait dengan hal itu, Yamaha dan Honda dikenakan sanksi administratif. Kedua perusahaan juga diharuskan membayar denda karena terbukti melakukan pelanggaran. Dalam hal ini Yamaha didenda sebesar Rp25 miliar. Sedangkan Honda didenda Rp22,5 miliar.


3.      Sistem Impor Gula
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendesak pemerintah mengubah regulasi impor gula. Saat ini, regulasi impor gula diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 117 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Gula. Menurut KPPU, pemerintah menerapkan sistem penjatahan kuota kepada importir gula. Artinya, pemerintah telah menetapkan kuota besaran gula yang akan diimpor oleh importir. Selain itu, pemerintah juga menetapkan siapa saja perusahaan impotir yang akan mengimpor gula. Sehingga, perusahaan impotir bisa saja melakukan persengkongkolan dalam mengimpor gula. Oleh karena itu, KPPU menyarankan pemerintah agar mengubah sistem kuota impor gula dengan tender terbuka kepada semua perusahaan. Sehingga, dapat menghindari adanya persengkokolan atau praktik kartel impor gula.


4.      Harga Bawang Putih
Pertengahan 2017, harga bawang putih di pasaran melonjak signifikan. Harga komoditas tersebut sempat mencapai Rp 70.000 per kilogram dari yang biasanya hanya Rp 25.000 sampai Rp 30.000 per kilogram. Terkait dengan hal ini, KPPU menuding lonjakan harga tersebut akibat permainan importir yang menahan pasokan bawang putih masuk ke pasar. Imbasnya stok bawang putih di berbagai pasar menipis dan harga meningkat tajam ditambah dengan konsumsi masyarakat yang meningkat selama bulan Ramadhan. Menurut KPPU, harga bawang putih sebagai salah satu komoditas strategis rawan dipermainkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Hal tersebut imbas dari ketergantungan kebutuhan bawang putih nasional dari negara lain



RFERENSI :