Super Kawaii Cute Cat Kaoani

Senin, 15 Juli 2019

KASUS PERLINDUNGAN KONSUMEN

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen.
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
Akhir-akhir ini kita marak mendengar beberapa kasus yang cukup menghembohkan mengenai pelanggaran terhadap hak konsumen. Tentunya hal ini merupakan sebuah alarm bagi kita sebab tentunya pelanggaran hak terhadap konsumen dapat bermuara kepada senuah kasus dan tindakan hokum. Sebagai konsumen tentunya kita merasa amat dirugikan, terlebih lagi para pelaku banyak memanfaatkan aksinya untuk dapat meraup keuntungan usaha yang lebih besar

Berikut contoh-contoh Kasus Perlindungan Konsumen yang menghebohkan.
1.      Kasus Indomie Di Taiwan
Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran.  Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie.
Taiwan menggunakan standar yang berbeda yang melarang zat mengandung Methyl P-Hydroxybenzoate yang dilarang di Taiwan. Hal ini yang dijadikan pokok masalah penarikan Indomie. Oleh karena itu akan dilakukan penyelidikan dan investigasi yang lebih lanjut.Untuk menyikapi hal tersebut PT Indofood Sukses Makmur mencantumkan segala bahan dan juga campuran yang dugunakan dalam bumbu produk indomie tersebut sehingga masyarakat atau konsumen di Taiwan tidak rancu dengan berita yang dimuat di beberapa pers di Taiwan.
Berdasarkan rilis resmi Indofood CBP Sukses Makmur, selaku produsen Indomie menegaskan, produk mie instan yang diekspor ke Taiwan sudah memenuhi peraturan dari Departemen Kesehatan Biro Keamanan Makanan Taiwan. BPOM juga telah menyatakan Indomie tidak berbahaya.
2.      Maraknya Penjualan Bakso Celeng
Sebuah ruko yang dijadikan tempat produksi bakso oplosan daging sapi dengan babi hutan di Pasar Citeureup, Kabupaten Bogor, digerebek polisi, Minggu, 28 Mei 2017. Dari penggerebekan itu, polisi menyita barang bukti berupa 46 kilogram (kg) daging babi hutan, daging ayam seberat 60 kg, daging ayam yang sudah dicampur daging celeng seberat 4 kg, 1 unit penggilingan daging kasar, 1 unit penggilingan daging halus, dan 1 buah freezer. Petugas juga menciduk 6 orang antara lain Pranoto alias Noto pemilik usaha bakso oplosan, dan keempat karyawannya yaitu Agus Isworo, Ujang, Imat, Marjianto. Kemudian Heri Setiawan, sebagai pembeli.
Penangkapan berawal dari informasi masyarakat Bogor tentang adanya tempat usaha bakso yang menggunakan bahan campuran daging babi hutan.  Hasil pemeriksaan sementara, Noti menjual bakso yang diproduksinya ke konsumen seharga Rp 40 ribu sampai dengan Rp 50 ribu per kilogram. Harganya lebih murah karena dicampur daging celeng. Meski terindikasi kuat melanggar hukum, polisi belum menetapkan pemilik usaha bakso celeng ini sebagai tersangka.
3.      Kasus Tokopedia
Salah satu perusahaan jual beli online atau e-commerce, PT Tokopedia ramai menjadi perbincangan publik lantaran pemecatan sejumlah karyawannya. Pemecatan tersebut buntut dari dugaan tindakan curang atau fraud sejumlah karyawan Tokopedia saat perusahaan tersebut menggelar program promosi flash sale pada 15-17 Agustus 2018.
Flash sale merupakan program promosi barang-barang yang dijual dengan potongan harga (discount) di Tokopedia dalam rangka merayakan ulang tahun ke-9 di perusahaan jual beli online tersebut. Dikabarkan, beberapa karyawan tersebut “menahan” dengan cara membeli untuk kepentingan pribadi sebanyak 49 produk promo yang seharusnya ditawarkan kepada konsumen secara bebas saat masa flash sale.   
Dari kasus tersebut, timbul pertanyaan, apakah tindakan Tokopedia pemecatan beberapa karyawannya itu sebagai tindakan yang patut dilakukan? Atau tindakan perusahaan e-commerce tersebut justru demi melindungi kepentingan konsumen sesuai UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen?
Head of Corporate Communications Tokopedia, Priscilla Anais menjelaskan pemecatan oknum karyawan tersebut terjadi pada Jumat (24/8/2018) setelah perusahaan melakukan audit internal rutin atas program promosi flash sale tersebut. Menurutnya, kejadian ini bentuk pelanggaran yang menunjukkan kegagalan integritas karyawan terhadap perusahaan.
“Kami sangat menyesali ketika mendapati ada beberapa karyawan kami yang telah gagal menjalankan nilai-nilai perusahaan dan melanggar transaksi 49 produk dari kampanye promosi yang kami lakukan akhir-akhir ini,” ujar Priscilla dalam keterangan persnya, Senin (27/8/2018).
Bahkan, Chief of Executive Officer Tokopedia, William Tanuwijaya melalui akun resmi Facebook-nya, juga menyesali atas kejadian ini. Baginya, kepentingan dan kepercayaan konsumen merupakan aspek yang paling diutamakan, sehingga perusahaan mesti mengambil keputusan tegas untuk memberhentikan seluruh anggota tim yang terlibat karena menyalahgunakan kepercayaan konsumen.
Rasanya sangat terpukul dan kecewa ketika mendapati ada anggota tim yang melakukan pelanggaran sebanyak total 49 buah produk dari kampanye promosi Tokopedia (yang tidak dipasarkan). Memang jumlahnya kecil sekali dibanding puluhan juta produk yang laku terjual setiap bulannya, namun bagi kami ini bukan persoalan seberapa kecil pelanggarannya,” tulis William dalam akun pribadinya, Selasa (28/8/2018).
Sementara itu, Ketua Indonesia E-Commerce Association (IdEA), Ignatius Untung menilai pemecatan tersebut merupakan keputusan yang tepat sebagai salah satu komitmen perusahaan memberi perlindungan kepada konsumennya. Dia meyakini tidak ada niatan buruk dari perusahaan melakukan tindakan penipuan kepada masyarakat.
“Justru perusahaan ambil tindakan (pemecatan) untuk membela (kepentingan) konsumen, industri, dan perusahaan itu sendiri,” kata Untung saat dihubungi Hukumonline, Selasa (28/8/2018).  
Untung menilai perusahaan digital memiliki kemudahan dalam mengaudit transaksi, sehingga perusahaan dapat melakukan pencatatan lebih rinci. Dia menyayangkan masih ada pihak di industri digital yang berupaya bermain curang. “Disayangkan ada orang kerja di perusahaan digital, tapi kayak enggak ngerti bahwa hal seperti ini mudah terdeteksi dalam sistem digital,” jelas Untung.
Memang aspek perlindungan kepentingan konsumen menjadi yang utama bagi pelaku usaha ketika menjalankan bisnisnya baik itu di perusahaan perdagangan offline maupun e-commerce seperti yang diatur dalam UU Perlindungan Konsumen.  
Dalam Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen, misalnya, disebutkan berbagai kewajiban yang harus dipenuhi perusahaan salah satunya yakni prinsip itikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. Dalam kasus ini, Tokopedia berupaya menunjukkan itikad baiknya dengan mengambil langkah pemecatan terhadap beberapa karyawan yang diduga bertindak curang.
Tindakan beberapa karyawan yang menahan produk promosi untuk kepentingan diri sendiri juga bertentangan dengan Pasal 12 UU Perlindungan Konsumen. Dalam pasal itu disebutkan, pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud melaksanakannya sesuai waktu dan jumlah (produk) yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.

Referensi :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar