Konsumen adalah setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan. Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang
diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen.
UU Perlindungan Konsumen
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik
Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan
atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang
dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau
penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
Akhir-akhir ini kita marak
mendengar beberapa kasus yang cukup menghembohkan mengenai pelanggaran terhadap
hak konsumen. Tentunya hal ini merupakan sebuah alarm bagi kita sebab tentunya
pelanggaran hak terhadap konsumen dapat bermuara kepada senuah kasus dan
tindakan hokum. Sebagai konsumen tentunya kita merasa amat dirugikan, terlebih
lagi para pelaku banyak memanfaatkan aksinya untuk dapat meraup keuntungan
usaha yang lebih besar
Berikut contoh-contoh Kasus Perlindungan Konsumen yang
menghebohkan.
1.
Kasus Indomie Di Taiwan
Kasus Indomie yang
mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan
pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang
terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic
acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk
membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan
untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran. Di
Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan
produk dari Indomie.
Taiwan
menggunakan standar yang berbeda yang melarang zat mengandung Methyl
P-Hydroxybenzoate yang dilarang di Taiwan. Hal ini yang dijadikan pokok masalah
penarikan Indomie. Oleh karena itu akan dilakukan penyelidikan dan investigasi
yang lebih lanjut.Untuk menyikapi hal tersebut PT Indofood Sukses Makmur
mencantumkan segala bahan dan juga campuran yang dugunakan dalam bumbu produk
indomie tersebut sehingga masyarakat atau konsumen di Taiwan tidak rancu dengan
berita yang dimuat di beberapa pers di Taiwan.
Berdasarkan
rilis resmi Indofood CBP Sukses Makmur, selaku produsen Indomie menegaskan,
produk mie instan yang diekspor ke Taiwan sudah memenuhi peraturan dari
Departemen Kesehatan Biro Keamanan Makanan Taiwan. BPOM juga telah menyatakan
Indomie tidak berbahaya.
2.
Maraknya Penjualan Bakso Celeng
Sebuah ruko yang
dijadikan tempat produksi bakso oplosan daging sapi dengan babi hutan di Pasar
Citeureup, Kabupaten Bogor, digerebek polisi, Minggu, 28 Mei 2017. Dari
penggerebekan itu, polisi menyita barang bukti berupa 46 kilogram (kg) daging
babi hutan, daging ayam seberat 60 kg, daging ayam yang sudah dicampur daging
celeng seberat 4 kg, 1 unit penggilingan daging kasar, 1 unit penggilingan
daging halus, dan 1 buah freezer. Petugas juga menciduk 6 orang
antara lain Pranoto alias Noto pemilik usaha bakso oplosan, dan keempat
karyawannya yaitu Agus Isworo, Ujang, Imat, Marjianto. Kemudian Heri Setiawan,
sebagai pembeli.
Penangkapan
berawal dari informasi masyarakat Bogor tentang adanya tempat usaha
bakso yang menggunakan bahan campuran daging babi hutan. Hasil
pemeriksaan sementara, Noti menjual bakso yang diproduksinya ke konsumen
seharga Rp 40 ribu sampai dengan Rp 50 ribu per kilogram. Harganya lebih murah
karena dicampur daging celeng. Meski terindikasi kuat melanggar hukum,
polisi belum menetapkan pemilik usaha bakso celeng ini sebagai tersangka.
3.
Kasus Tokopedia
Salah satu
perusahaan jual beli online atau e-commerce, PT Tokopedia
ramai menjadi perbincangan publik lantaran pemecatan sejumlah karyawannya.
Pemecatan tersebut buntut dari dugaan tindakan curang atau fraud sejumlah
karyawan Tokopedia saat perusahaan tersebut menggelar program promosi flash
sale pada 15-17 Agustus 2018.
Flash sale merupakan program promosi
barang-barang yang dijual dengan potongan harga (discount) di
Tokopedia dalam rangka merayakan ulang tahun ke-9 di perusahaan jual beli online
tersebut. Dikabarkan, beberapa karyawan tersebut “menahan” dengan cara membeli
untuk kepentingan pribadi sebanyak 49 produk promo yang seharusnya
ditawarkan kepada konsumen secara bebas saat masa flash sale.
Dari
kasus tersebut, timbul pertanyaan, apakah tindakan Tokopedia pemecatan beberapa
karyawannya itu sebagai tindakan yang patut dilakukan? Atau tindakan perusahaan
e-commerce tersebut justru demi melindungi kepentingan konsumen sesuai
UU No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen?
Head of
Corporate Communications Tokopedia, Priscilla Anais menjelaskan pemecatan oknum
karyawan tersebut terjadi pada Jumat (24/8/2018) setelah perusahaan melakukan
audit internal rutin atas program promosi flash sale tersebut.
Menurutnya, kejadian ini bentuk pelanggaran yang menunjukkan kegagalan
integritas karyawan terhadap perusahaan.
“Kami sangat
menyesali ketika mendapati ada beberapa karyawan kami yang telah gagal
menjalankan nilai-nilai perusahaan dan melanggar transaksi 49 produk dari
kampanye promosi yang kami lakukan akhir-akhir ini,” ujar Priscilla dalam
keterangan persnya, Senin (27/8/2018).
Bahkan, Chief of
Executive Officer Tokopedia, William Tanuwijaya melalui akun resmi
Facebook-nya, juga menyesali atas kejadian ini.
Baginya, kepentingan dan kepercayaan konsumen merupakan aspek yang paling
diutamakan, sehingga perusahaan mesti mengambil keputusan tegas untuk
memberhentikan seluruh anggota tim yang terlibat karena menyalahgunakan
kepercayaan konsumen.
“Rasanya sangat terpukul dan kecewa ketika mendapati
ada anggota tim yang melakukan pelanggaran sebanyak total 49 buah produk dari
kampanye promosi Tokopedia (yang tidak dipasarkan). Memang jumlahnya kecil
sekali dibanding puluhan juta produk yang laku terjual setiap bulannya, namun
bagi kami ini bukan persoalan seberapa kecil pelanggarannya,” tulis William
dalam akun pribadinya, Selasa (28/8/2018).
Sementara
itu, Ketua Indonesia E-Commerce Association (IdEA), Ignatius Untung menilai
pemecatan tersebut merupakan keputusan yang tepat sebagai salah satu komitmen
perusahaan memberi perlindungan kepada konsumennya. Dia meyakini tidak ada
niatan buruk dari perusahaan melakukan tindakan penipuan kepada masyarakat.
“Justru
perusahaan ambil tindakan (pemecatan) untuk membela (kepentingan) konsumen,
industri, dan perusahaan itu sendiri,” kata Untung saat dihubungi Hukumonline,
Selasa (28/8/2018).
Untung
menilai perusahaan digital memiliki kemudahan dalam mengaudit transaksi,
sehingga perusahaan dapat melakukan pencatatan lebih rinci. Dia menyayangkan
masih ada pihak di industri digital yang berupaya bermain curang. “Disayangkan ada orang kerja di perusahaan digital, tapi kayak
enggak ngerti bahwa hal seperti ini mudah terdeteksi dalam sistem
digital,” jelas Untung.
Memang
aspek perlindungan kepentingan konsumen menjadi yang utama bagi pelaku usaha
ketika menjalankan bisnisnya baik itu di perusahaan perdagangan offline
maupun e-commerce seperti yang diatur dalam UU Perlindungan Konsumen.
Dalam
Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen, misalnya, disebutkan berbagai kewajiban yang
harus dipenuhi perusahaan salah satunya yakni prinsip itikad baik dalam
melakukan kegiatan usahanya. Dalam kasus ini, Tokopedia berupaya menunjukkan
itikad baiknya dengan mengambil langkah pemecatan terhadap beberapa karyawan
yang diduga bertindak curang.
Tindakan
beberapa karyawan yang menahan produk promosi untuk kepentingan diri sendiri
juga bertentangan dengan Pasal 12 UU Perlindungan Konsumen. Dalam pasal itu
disebutkan, pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan
suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan
jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud
melaksanakannya sesuai waktu dan jumlah (produk) yang ditawarkan,
dipromosikan, atau diiklankan.
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar